Menelusuri Jejak Produk Halal UMKM di Kawasan Wisata Melaka

07 May

Menelusuri Jejak Produk Halal UMKM di Kawasan Wisata Melaka

Malaysia, Santri Mengglobal - Berbicara tentang makanan halal di Malaysia tentu menjadi topik yang menarik, terutama di kawasan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Salah satu kota yang menjadi sorotan adalah Melaka, atau yang dijuluki “The Historic City of Malaysia”. Kota ini tak hanya menyimpan kekayaan sejarah dan budaya, tetapi juga menjadi pusat ekonomi kreatif dan kuliner lokal. Keberagaman turis yang datang menciptakan peluang besar bagi pelaku UMKM, termasuk dalam menawarkan produk dan layanan berbasis halal.

Melihat potensi tersebut, program Santri Mengglobal melalui kegiatan International Islamic Comparative Study (IICS) dengan tema "Halal in Globalized Word: Bridging Tradition and Innovation" menginisiasi praktik lapangan bagi para partisipan untuk mengenal lebih dekat ekosistem halal di kawasan wisata Melaka. Dalam praktik ini, kami menelusuri bagaimana pelaku UMKM menjamin kehalalan produknya, serta tantangan dan peluang yang mereka hadapi dalam mengembangkan usaha halal.

Salah satu titik yang kami telusuri adalah kawasan Dataran Pahlawan dan sekitarnya, termasuk area ikonik seperti Dutch Square. Ini merupakan pusat turis berbelanja dan menikmati kuliner lokal. Kami tidak menemukan layanan informasi resmi terkait makanan halal di lokasi ini, namun keberadaan produk halal cukup mudah dikenali. Misalnya, kami menemukan sebuah toko bernama ‘Janker Cendol by Lulala’ yang menjual aneka makanan seperti homemade baked bao. Di spanduk tokonya tertulis jelas “no pork, no lard”, dan terlihat banyak perempuan berhijab menikmati sajian di sana, memberi isyarat bahwa tempat tersebut dipercaya kehalalannya.

Kami juga menelusuri Jalan Tun Khalil Yaakob dengan bantuan Google Maps, dan menemukan ‘Maidah Restaurant’, restoran Pakistan dan Arab yang menyambut pengunjung dengan tulisan Arab “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” di pintu masuknya. Di sampingnya, terdapat ‘Ayam Bakar Wong Solo’, restoran khas Indonesia yang menggunakan label "halalan thayyiban" pada logonya. Meskipun kami tidak berhasil mewawancarai langsung pemilik dari tiga tempat tersebut, keberadaan simbol dan narasi kehalalan yang kuat menjadi indikator penting dalam membangun kepercayaan konsumen Muslim.

Kesempatan mewawancarai pemilik usaha datang saat kami mengunjungi ‘Coconut Shake Batu Berendam’, Kedai ini menjual beragam minuman berbahan dasar kelapa serta berbagai kue kering dalam toples. Pemiliknya, Abang Hasan, telah menjalankan usaha ini selama kurang lebih tiga tahun. Ketika ditanya tentang jaminan kehalalan, ia menyatakan bahwa seluruh produknya adalah halal. Namun, alih-alih menggunakan logo halal resmi dari otoritas terkait, ia lebih memilih mencantumkan label “Muslim Product” pada kemasan produknya.

Menurutnya, label tersebut sudah cukup untuk menyampaikan pesan bahwa produknya aman dikonsumsi oleh konsumen Muslim. Ia juga menegaskan bahwa prinsip kehalalan menjadi pondasi utama usahanya. Sebagai bentuk komitmen, ia memajang kaligrafi bertuliskan nama Allah dan Rasulullah di kedainya. Abang Hasan juga menyampaikan bahwa selama ini ia tidak menghadapi tantangan besar dalam menjalankan usaha halal di Melaka. Menurutnya, konsistensi dalam menyampaikan pesan halal secara visual dan verbal sudah menjadi strategi efektif untuk membangun kepercayaan pelanggan. Namun, ia mengakui bahwa sertifikasi resmi tetap penting, terutama untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Dari penelusuran ini, kami menemukan bahwa meskipun pelaku UMKM memiliki komitmen kuat terhadap nilai-nilai kehalalan, mereka masih menghadapi beberapa tantangan, seperti akses informasi tentang prosedur sertifikasi, keterbatasan biaya, serta kurangnya pelatihan dalam membangun branding produk halal secara profesional. Dalam konteks ini, bentuk dukungan yang dibutuhkan UMKM bukan hanya sekadar bantuan formalitas sertifikasi, tetapi juga kolaborasi dalam bentuk pelatihan, pendampingan proses, hingga edukasi pasar. Dengan begitu, para pelaku UMKM di kawasan wisata seperti Melaka akan lebih siap menghadapi pasar wisata halal yang kian berkembang.

Ditulis oleh: Dini Astriani & Tasya Prameswari