Kehidupan setiap manusia selalu diisi dengan bayang-bayang keinginan dan pencapaian. Hal ini menggambarkan bahwa setiap manusia memiliki ambisi tersendiri. Oleh karena itu, jika dilihat dari apa yang selalu terjadi dalam kehidupan, seringkali muncul kecemasan terhadap berbagai hal, seperti rezeki, jodoh, keturunan, dan hal-hal lainnya. Kecemasan ini membuat manusia menjadi bimbang, bagaimana agar hati tetap tenang dalam menyeimbangkan antara usaha dan tawakal.
Imam Ibnu Atha’ilah al-Sakandari dalam karya terkenalnya al-Hikam berkata:
اَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ, فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لَا تَقُمْ بِهِ لِنَفْسِكَ
“Istirahatkan dirimu dari kesibukan mengurusi dunia, apa yang telah Allah atur tidak perlu kau sibuk ikut campur.”
Kalam hikmah ini bagaikan obat mujarab yang menyembuhkan luka dan rasa sakit yang seringkali membuat ketidaknyamanan dalam diri. Ini bukan berarti kita diminta untuk berhenti berusaha meraih cita-cita, tetapi untuk mendidik hati dan pikiran bahwa tidak semua yang kita rencanakan akan menghasilkan hasil yang sesuai dengan harapan kita. Sebab, tugas manusia hanyalah berusaha dengan ikhlas, sementara hasil akhirnya adalah takdir dari Allah, yang memberikan porsi sesuai dengan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Kekecewaan dalam hidup seringkali muncul karena rasa percaya diri manusia yang melewati batas hingga memasuki wilayah hak prerogatif Allah yang seharusnya tidak boleh ikut campur. Ketika manusia merencanakan sesuatu yang ingin ia capai, namun kemudian gagal, ia seringkali menyalahkan Allah.
Masih dalam karya Imam Ibnu Atha’ilah yang lain, yaitu al-Hikam, beliau menyampaikan:
لِيُخَفِّفْ أَلَمَ الْبَلَاءِ عَنْكَ عَلَّمَكَ بِأَنَّهُ هُوَ الْمُبْلِي لَكَ، فَالَّذِي وَاجَهَتْكَ مِنْهُ الْأَقْدَارُ هُوَ الَّذِي عَوَّدَكَ حُسْنَ الْاِخْتِيَارِ
“Agar ujian terasa ringan, engkau harus mengetahui bahwa Allah-lah yang memberimu ujian. Dzat yang menetapkan beragam takdir atasmu adalah Dzat yang selalu memberimu pilihan terbaik.”
Ini juga bagian dari resep obat yang sama dan tidak boleh dilupakan. Kegagalan dalam pencapaian hidup adalah bagian dari ujian hidup dan cara Allah menyimpan anugerah-Nya bagi manusia. Allah ingin melihat sejauh mana manusia tersebut terus berusaha, sambil diimbangi dengan tawakal (berpasrah diri). Kesadaran ini seringkali menjadi sumber kebahagiaan dan ketenangan bagi manusia itu sendiri.
Sebagai manusia, kita diperintahkan untuk terus berusaha dengan penuh ikhtiar, namun pada saat yang sama, kita harus selalu ingat untuk berpasrah diri kepada Allah atas segala hasil yang terjadi. Kekecewaan dan kegagalan dalam hidup sebenarnya adalah bagian dari ujian yang Allah berikan untuk melihat sejauh mana kita bisa tetap berusaha dan tawakal. Kesadaran bahwa segala takdir dan pilihan-Nya adalah yang terbaik bagi kita akan membawa ketenangan dalam hati, sehingga kita bisa menerima segala hasil dengan lapang dada. Pada akhirnya, kebahagiaan sejati bukan terletak pada apa yang kita peroleh, tetapi pada bagaimana kita bisa mensyukuri dan menerima setiap takdir dengan ikhlas.
Darma Ami Fauzi
Depok, 9 Mei 2025