Abdullah bin Abbas: Cermin Akhlak Mulia Bagi Pemuka Agama

05 Dec

Abdullah bin Abbas: Cermin Akhlak Mulia Bagi Pemuka Agama

Arab Saudi, Santri Mengglobal - Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dihebohkan oleh video seorang tokoh agama yang dalam ceramahnya melontarkan kata-kata kurang pantas. Meskipun konteksnya candaan, ucapan itu tidak patut dicontoh, apalagi disampaikan di depan umum. Tokoh tersebut memang telah meminta maaf dan berintrospeksi, tetapi insiden ini meninggalkan kesan buruk bagi banyak orang, terutama karena jejak digital akan terus tersimpan. Dan guyonan semacam ini tetap tidak bisa dijadikan pembenaran. Bahkan ada pula komentar sarkas di media sosial yang menyatakan, “Manusia tempatnya salah, wajarlah manusia bukan nabi, boy! (Plakkk)”.

Kejadian ini mengingatkan kita pada sosok Abdullah bin Abbas, sepupu Nabi Muhammad SAW, yang bisa menjadi teladan bagaimana seorang muslim berilmu seharusnya menjaga akhlak. Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah di tengah keluarga Bani Hasyim, kabilah yang sangat dihormati di Jazirah Arab.

Beliau dikenal dengan berbagai julukan, seperti Hibrul Ummah (sumber ilmu umat), Faqihu Al-’Asr (ahli fikih zamannya), dan Imamu At-Tafsir (imam tafsir Al-Qur’an). Julukan ini menggambarkan kedalaman ilmu dan pemahaman yang dimilikinya. Keistimewaan ini juga merupakan buah dari doa Rasulullah SAW: “Ya Allah, pahamkanlah ia dalam agama dan ajarilah ia tafsir.”

Meskipun masih muda, Abdullah bin Abbas memiliki kecerdasan yang diakui oleh para sahabat Nabi. Allah SWT meninggikan derajatnya dengan ilmu agama yang mendalam, sehingga ia menjadi salah satu rujukan utama umat Islam. Dalam sebuah hadis, Abdullah bin Abbas meriwayatkan nasihat Rasulullah SAW yang intinya menekankan pentingnya bersandar hanya kepada Allah SWT dalam segala keadaan.

Selain ilmunya, Abdullah bin Abbas juga dikenal karena akhlak mulianya, terutama sikap tawadhu (rendah hati). Meskipun memiliki ilmu yang begitu tinggi, beliau tidak pernah sombong. Sikap ini membuatnya dihormati dan dikagumi, bahkan setelah wafatnya. Abdullah bin Abbas meninggal pada usia 70 tahun dan dimakamkan di Kota Taif.

Ada alasan khusus mengapa beliau memilih hijrah ke Taif hingga akhir hayatnya. Abdullah bin Abbas merasa dirinya tidak pantas dimakamkan di Makkah atau Madinah bersama orang-orang saleh. Sikap rendah hati ini adalah pelajaran besar bagi kita, yang sering kali merasa bangga dengan ilmu atau pencapaian kita, meskipun ilmu dan akhlak kita masih jauh dibandingkan dengan beliau.

Ketika Abdullah bin Abbas wafat, Abdullah bin Ka’ab radhiyallahu ’anhu berkata, “Ia adalah sosok yang menjadi panutan umat. Allah berikan pemahaman dan akal yang sempurna kepadanya.”

Dari kisah ini, kita belajar bahwa ilmu harus berjalan seiring dengan akhlak dan kerendahan hati. Terlebih bagi pemuka agama, sudah semestinya mereka berhati-hati dalam ucapan maupun perbuatan. Insiden viral seperti yang terjadi baru-baru ini bisa menjadi pelajaran berharga. Meskipun candaan, kata-kata yang tidak bijak dapat melukai perasaan orang lain dan memberikan dampak negatif. Abdullah bin Abbas adalah teladan nyata, bahwa ilmu yang tinggi seharusnya membuat seseorang lebih bijak, rendah hati, dan menjaga ucapan demi kemaslahatan umat.

Depok, 5 Desember 2024

Darma Ami Fauzi (Manager SM Foundation)